Metode Berfikir Rasional, Definisi, Contoh dan Penjelasan

Metode rasional adalah metode alamiah untuk menghasilkan kesadaran/pemahaman (al-idrak, comprehension) sebagaimana adanya sebagai suatu kesadaran/pema


Metode Berfikir Rasional, Definisi dan Penjelasan


Metode Berfikir

Jika kita telah memahami makna dan definisi akal secara yakin dan pasti, maka selanjutnya kita harus mengetahui metode yang digunakan akal dalam mencapai berbagai pemikiran.

 Kita harus mengetahui cara yang ditempuh akal dalam menghasilkan berbagai pemikiran. Inilah yang disebut dengan metode berpikir (tharîqah tafkîr). Sebab ada cara berpikir (uslûb at-tafkîr) dan ada pula metode berpikir (tharîqah at-tafkîr). 

Cara berpikir adalah cara yang dituntut dalam pengkajian sesuatu (objek), baik objek yang bersifat material dan bisa diraba, maupun yang non-material. Cara berpikir dapat diartikan juga sebagai berbagai sarana (wasilah) yang harus ada dalam pengkajian sesuatu.

 Oleh karena itu, cara berpikir itu beraneka-ragam, berubah-ubah, dan berbeda-beda, bergantung pada jenis sesuatu (objek) yang dikaji beserta perubahan dan perbedaannya. Sementara itu, metode berpikir adalah cara yang menjadi dasar bagi berlangsungnya aktivitas akal atau aktivitas berpikir sesuai dengan karakter dan faktanya. Metode berpikir tidak akan mengalami perubahan dan tetap itu itu juga. 

Dengan sendirinya, metode berpikir tidak akan beraneka-ragam dan berbeda- beda. Maka dari itu, metode berpikir haruslah konstan (tetap) dan harus dijadikan asas berpikir, bagaimana pun variatifnya cara-cara berpikir.


Metode Rasional

Metode berpikir, yakni cara yang ditempuh akal dalam menghasilkan berbagai pemikiran, apa pun juga pemikiran itu, sebenarnya merupakan definisi akal itu sendiri. Metode berpikir identik dengan fakta akal itu sendiri, dan tidak akan keluar dari fakta ini sedikit pun. Oleh karena itu, metode ini dinamakan metode rasional (at-tharîqah al-‘aqliyyah, rational method), karena dikaitkan dengan akal (rasio) itu sendiri.

Definisi metode rasional adalah metode (manhaj, approach) tertentu dalam pengkajian yang ditempuh untuk mengetahui realitas sesuatu yang dikaji, dengan jalan memindahkan penginderaan terhadap fakta melalui panca indera ke dalam otak, disertai dengan adanya sejumlah informasi terdahulu yang akan digunakan untuk menafsirkan fakta tersebut. 

Selanjutnya, otak akan memberikan penilaianterhadap fakta tersebut. Penilaian ini adalah pemikiran (fikr) atau kesadaran rasional (al-idrak al-‘aqli).

Metode rasional digunakan dalam pengkajian objek-objek material yang dapat diindera, misalnya pada fisika, dan dalam pengkajian pemikiran- pemikiran, misalnya pengkajian akidah dan sistem perundang-undangan, juga dalam upaya memahami pembicaraan (kalam, speech), misalnya pengkajian sastra dan hukum (fikih). 

Metode rasional adalah metode alamiah untuk menghasilkan kesadaran/pemahaman (al-idrak, comprehension) sebagaimana adanya sebagai suatu kesadaran/pemahaman. Proses metode rasional itulah yang akan dapat mewujudkan aktivitas akal --atau dengan kata lain, mewujudkan kesadaran-- terhadap segala sesuatu. 

Metode rasional identik dengan definisi akal itu sendiri. Dengan menggunakan metode rasional ini, manusia –dalam kedudukannya sebagai manusia-- akan dapat mencapai sebuah kesadaran tentang hal apa pun, baik yang telah dipahaminya maupun yang hendak dipahaminya.

Inilah metode rasional (at-tharîqah al-‘aqliyyah). Metode ini merupakan satu- satunya metode berpikir. Di luar metode ini —yang acapkali disebut metode- metode berpikir, seperti metode ilmiah (at-tharîqah al-‘ilmiyyah, scientific method) dan metode logika (at-tharîqah al-mantiqiyyah, logical method)— hanyalah merupakan cabang dari metode rasional –seperti metode ilmiah— atau merupakan salah satu cara yang dituntut dalam pengkajian sesuatu, atau merupakan sarana-sarana pengkajian sesuatu, seperti apa yang disebut metode logika. 

Semua ini bukanlah metode-metode dasar dalam proses berpikir. Metode berpikir hanya satu, tidak bermacam-macam, yaitu hanya metode rasional, bukan yang lain.

Namun demikian, dalam pendefinisian metode rasional, mesti dibedakan opini (pendapat) terdahulu (al-ârâ as-sâbiqah) tentang sesuatu, dengan informasi terdahulu (al-ma‘lûmât as-sâbiqah) tentang sesuatu atau tentang apa yang berkaitan dengan sesuatu itu. 

Yang harus ada dalam metode rasional bukanlah keberadaan opini atau opini-opini terdahulu tentang fakta, melainkan keberadaan informasi-informasi terdahulu tentang fakta atau yang berkaitan dengan fakta. Karena itu, yang dipastikan harus ada adalah informasi, bukan opini. 

Adapun opini atau opini-opini terdahulu tentang fakta, ia tidak boleh ada dan tidak boleh digunakan dalam aktivitas berpikir. Yang digunakan hanyalah informasi-informasi  saja, dan harus dicegah adanya opini atau masuknya opini pada saat berlangsungnya proses berpikir. 

Jika opini terdahulu digunakan dalam aktivitas berpikir, akan dapat menimbulkan kekeliruan dalam memahami sesuatu. Ini karena opini sebelumnya kadang-kadang mendominasi informasi sehingga menimbulkan penafsiran yang keliru, yang selanjutnya akan menimbulkan kekeliruan dalam memahami sesuatu. 

Jadi, harus diperhatikan benar-benar bahwa ada perbedaan antara opini terdahulu dengan informasi terdahulu, dan bahwa yang digunakan hanyalah informasi-informasi terdahulu, tidak menggunakan opini terdahulu.

Jika metode rasional digunakan dengan benar, yaitu dengan mentransfer penginderaan terhadap fakta melalui panca indera ke dalam otak, disertai dengan adanya informasi terdahulu (bukan opini terdahulu) yang akan digunakan untuk menafsirkan fakta, maka pada saat itu otak akan memberikan penilaiannya atas fakta tersebut. Jika metode ini digunakan dengan benar, ia akan memberikan kesimpulan-kesimpulan (natijah, result) yang benar. 

Namun demikian, kesimpulan yang telah dicapai oleh seorang pengkaji dengan menggunakan metode rasional perlu dilihat lebih dulu. Jika kesimpulan ini merupakan penilaian atas keberadaan (wujud, eksistensi) sesuatu, maka kesimpulan tersebut adalah kesimpulan yang pasti (qath’i, definite) yang tidak mungkin mengandung kesalahan, bagaimana pun juga keadaannya. Ini disebabkan penilaian tersebut diperoleh melalui penginderaan terhadap fakta, sedangkan penginderaan atas keberadaan fakta tidaklah mungkin salah. Pencerapan panca indera atas keberadaan fakta tersebut bersifat pasti.

 Dengan demikian, penilaian yang dikeluarkan oleh akal tentang keberadaan suatu fakta melalui metode rasional tersebut bersifat pasti. Adapun jika kesimpulan tersebut merupakan penilaian atas realitas (al-haqiqah, nature) dari sesuatu, atau sifat (karakteristik) dari sesuatu, maka kesimpulan tersebut bersifat dugaan (zhannî, probably), yang mengandung kemungkinan salah. 

Penilaian ini diperoleh melalui informasi-informasi, atau melalui sejumlah analisis terhadap fakta yang diindera beserta sejumlah informasi. Hal ini mungkin saja dimasuki unsur kesalahan. Akan tetapi, kesimpulan yang ada tetap merupakan pemikiran yang tepat hingga terbukti kesalahannya. Hanya ketika kesalahannya terbukti, diputuskan bahwa kesimpulan tersebut salah. Sebelum terbukti kesalahannya, pemikiran tersebut tetap dipandang sebagai kesimpulan yang tepat dan benar.

Atas dasar itu, pemikiran-pemikiran yang telah dicapai melalui metode rasional jika berkaitan dengan keberadaan sesuatu, seperti masalah-masalah akidah, maka ia adalah pemikiran yang bersifat pasti (qath‘î). Jika berkaitan dengan realitas (haqiqah, nature) dari sesuatu, atau sifat sesuatu, seperti hukum- hukum syara’, maka ia adalah pemikiran yang bersifat dugaan (zhannî), yaitu maksudnya bahwa benda tertentu hukumnya diduga kuat (ghalabat azh-zhann) adalah begini, atau perkara tertentu hukumnya diduga kuat adalah begitu. 

Pemikiran-pemikiran ini adalah benar (shawab) yang mengandung kemungkinan salah. Tetapi pemikiran tersebut tetap dipandang benar sampai bisa dibuktikan kesalahannya.

Disadur dari kitab At Tafkir Karya An Nahbhani


Posting Komentar