Tinggal Di Gunung, Siapa Takut?

Tinggal Di Gunung, Siapa Takut?


Oleh : Nina Herlina Ibrahim

Pernah memperhatikan orang-orang yang tinggal di gunung? Saya pernah. Sering bahkan. Dan selalu ada tanya dalam benak. Kok bisa ya mereka tinggal di gunung? Apa ga takut longsor? Bagaimana membuat jalannya yang menanjak dan berkelok-kelok? Bagaimana membangun rumahnya hingga kokoh dan tak bergerak? Bagaimana jika terjadi gunung meletus? Dan berbagai pertanyaan yang lain. 

Ada berbagai alasan mengapa manusia memilih bertempat tinggal atau hidup di daerah pegunungan. Menetap dan berkembang biak di sana. Bahkan hingga hari ini masih banyak kita saksikan manusia yang hidup di gunung. 

Ada sekitar 12% dari jumlah keseluruhan manusia di bumi yang hidup di gunung. Mereka kebanyakan tinggal di gunung-gunung yang ada di Asia dan Pasifik. Pegunungan Alpen adalah daerah pegunungan yang paling padat penduduknya di dunia. Yaitu sekitar 13 juta orang hidup di pegunungan Alpen. Suku Tibet juga merupakan salah satu suku yang tinggal di gunung. Tepatnya di timur laut pegunungan Himalaya. Di Indonesia kita mengenal ada Suku Tengger yang tinggal di gunung Bromo JawaTtimur. Dan masih banyak lagi kawasan-kawasan gunung yang ditinggali manusia. 

Manusia tinggal di gunung karena berbagai kemudahan yang bisa mereka dapatkan. Air yang segar, udara yang sejuk dan jernih, tanah yang subur, serta keberkahan lainnya yang diberikan Allah kepada gunung. Inilah sebabnya manusia menyukai tinggal di gunung. 

Ada lagi alasan mengapa manusia lebih suka tinggal di gunung. Yaitu menjadikan mereka awet muda. Wooww! Bagaimana tidak? Kontur tanah di gunung yang berbukit-bukit menjadikan orang yang tinggal di gunung harus lebih banyak berjalan turun naik. Tubuh harus menyesuaikan diri dan jantung harus terlatih bekerja lebih baik yang akan mengurangi resiko terserang penyakit jantung. Jadi jika mau awet muda, ga perlu repot-repot, cukup tinggal di gunung. He he

Dan ternyata tinggal di gunung bukan hanya tradisi manusia pada zaman sekarang saja. Jauh sebelum Islam datang, ada kisah kaum Tsamud dan kisah kaum Ad yang merupakan suku penghuni gunung. Siapakah kaum Tsamud dan kaum Ad itu? Mereka adalah kaum dari Nabi Shales a.s. dan kaum Nabi Hud a.s. 

Bagaimana kita tahu bahwa kaum Tsamud dan kaum Ad ini tingal di gunung? Allah yang menyampaikan dalam firmanNya : 

Dan mereka memahat rumah-rumah dari gunung batu, (yang didiami) dengan rasa aman. (QS. Al-Hijr Ayat 82)

Dari dulu mereka merasa aman tinggal di gunung. Tak pernah takut akan keselamatan maupun penghidupan mereka. Tak pernah risau tentang mobilitas atau eksistensi mereka di dunia. 

Karena yang menyebabnkan mereka ada dan bertahan di dunia bukan sekedar pengidupan atau mobilitas mereka. Tetapi penentu eksistensi mereka adalah keimanan. 

Setelah kaum Tsamud dan kaum Ad ini diberikan penghidupan yang layak oleh Allah, berkah melimpah yang ada di gunung, lantas hal itu tidak menjadikan mereka beriman. Tidak menjadikan mereka berpikir. Tidak menjadikan mereka taat kepada seruan Nabi Nya. Bahkan menganggap seruan Nabi Allah hanya dongeng, isapan jempol dan olok-olok semata. 

Maka Allah menimpakan adzab kepada kaum Tsamud dengan suara yang mengguntur : 

“Kemudian suara yang mengguntur menimpa orang-orang zalim itu, sehingga mereka mati bergelimpangan di rumahnya. Seolah-olah mereka belum pernah tinggal di tempat itu. Ingatlah, kaum samud mengingkari Tuhan mereka. Ingatlah, binasalah kaum samud.” (surat Hud : 67-68)

Dalam surat Al-A’raf ayat 78 Allah juga menggambarkan kondisi kaum Tsamud yang berbunyi.

"Lalu datanglah gempa menimpa mereka, dan mereka pun mati bergelimpangan di dalam reruntuhan rumah mereka." (QS : Al-A’raf ayat 78)

Untuk kaum Ad, Alla mendatangkan adzab kepada mereka beru[pa angin topan (QS Al Haqqah : 6-8)

Sedangkan kaum ‘Ad, mereka telah dibinasakan dengan angin topan yang sangat dingin,

Allah menimpakan angin itu kepada mereka selama tujuh malam delapan hari terus-menerus; maka kamu melihat kaum ‘Ad pada waktu itu mati bergelimpangan seperti batang-batang pohon kurma yang telah kosong (lapuk).Maka adakah kamu melihat seorang pun yang masih tersisa di antara mereka?

Jadi sebenarnya dimanapun kita tinggal, tak perlu khawatir akan keselamatan dan penghidupan. Ada Allah sebagai sandaran. Yang perlu kita khawatirkan adalah apakah kita masih beriman atau malah meremehkan. Apakah mau bersyukur atau kufur nikmat. Apakah mau mengakui kekuatan dan kekuasan Allah atau malah mengingkari dan menganggapnya hanya dongeng semata? Semua kembali pada kita. Jadi, tinggal di gunung? Siapa takut?




Posting Komentar