Islam sebagai Metode Kehidupan yang Unik: Memahami Pemikiran Islam dalam Kehidupan Sehari-hari

MUQADDIMAH  Membina diri dengan mendalami Tsaqafah Islamiyah adalah kewajiban atas kaum muslimin, baik mendalami nash-nash syar'iy, atau sarana-sarana yang memungkinkannya untuk mendalami dan menerapkan nash-nash tersebut. Tiada beda apakah mendalami tsaqafah yang berkenaan dengan hukum-hukum syara', atau yang berhubungan dengan pemikiran-pemikiran Islam. Hanya saja, satu hal yang sangat menyakitkan umat ini adalah semenjak Barat memaklumkan perang terhadap negeri-negeri Islam, sekaligus memerangi kebudayaan dan peradabannya. Barat kemudian membentangkan hukum-hukum, pemikiran-pemikiran, dan kekuasaan mereka di negeri-negeri Islam. Sehingga akhirnya kaum Muslimin berpaling dari Tsaqafah Islam, menyusul peristiwa pendegradasian kekuasaan Islam dan ketergelinciran kaum muslimin dari selamatnya perasaan akan kemuliaan Islam. Semua itu adalah akibat adanya propaganda-propaganda yang sesat dan menyesatkan terhadap Islam dan tsaqafahnya yang disebarkan oleh para penganut kesesatan itu.  Karenanya, kami pandang ada suatu keperluan untuk menyebarkan sebagian tsaqafah Islamiyah ini, dengan harapan agar kiranya umat manusia, baik yang Islam maupun yang bukan, akan gandrung dengan apa yang mampu membenahi akal mereka, memperbaiki perasaan mereka, dan mengobati kemerosotan berpikir yang merajalela di negeri-negeri mereka.  Kepada Allah jua kami memohon, semoga berkenan memberi pertolongan kepada kaum muslimin untuk menegakkan apa yang diwajibkan atas mereka; yakni membina diri dengan tsaqafah Islam, mengemban dakwah Islam, dan menyebarluaskan tsaqafahnya. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengabulkan do'a.   ISLAM SUATU METODE KEHIDUPAN YANG UNIK  Islam adalah suatu pola hidup yang khas, yang sangat berbeda dengan pola hidup lainnya. Islam mewajibkan pemeluknya untuk hidup dalam satu warna kehidupan tertentu dan konstan, yang tidak berganti dan berubah karena situasi maupun kondisi. Islampun mengharuskan mereka untuk selalu mengikatkan diri dengan pola kehidupan tersebut dengan membentuk suatu   kepribadian, yang menjadikan jiwa dan pikirannya tidak akan merasakan ketenangan dan kebahagiaan, kecuali berada dalam pola kehidupan itu.  Islam datang dengan serangkaian pemahaman tentang kehidupan yang membentuk pandangan hidup tertentu. Islam hadir dalam bentuk garis- garis hukum yang global (khuthuuth 'ariidlah), yakni makna-makna tekstual yang umum, yang mampu memecahkan seluruh problematika kehidupan manusia. Dengan demikian akan dapat digali (diistinbath) berbagai cara pemecahan setiap masalah yang muncul dalam kehidupan manusia. Islam menjadikan cara-cara pemecahan problema kehidupan tersebut bersandar pada suatu landasan fikriyah (dasar pemikiran) yang dapat memancarkan seluruh pemikiran tentang kehidupan. Kaidah itupun telah ditetapkan pula sebagai suatu standar pemikiran, yang dibangun di atasnya setiap pemikiran cabang (setiap pikiran baru yang muncul). Sebagaimana halnya Islam telah menjadikan hukum-hukum tentang pemecahan problema kehidupan, pemikiran dan ideologi, serta pandangan-pandangan tentang berbagai pendapat baru sebagai sesuatu yang terpancar dari Aqidah Islam, yang digali dari garis-garis hukum yang bersifat global itu. Islam memberikan batasan-batasan kepada manusia dengan pemikiran tertentu, tetapi tidak membatasi aktivitas berpikir manusia, bahkan memberikan kebebasan kepada akal manusia. Islampun mengikat perilaku manusia dengan pemikiran-pemikiran dan hukum-hukum tertentu, namun tidak menjeratnya.  Bahkan, Islam telah memberinya keleluasaan. Oleh karena itu, pandangan seorang muslim terhadap kehidupan dunia ini adalah suatu pandangan yang penuh dengan   cita-cita,   serius, realistis, dan proporsional; artinya dunia harus diraih, tetapi bukan menjadi tujuan dan tidak boleh dijadikan tujuan. Seorang muslim akan bekerja di penjuru dunia ini, memakan rizqi yang berasal dari Allah, menikmati perhiasan-perhiasan dan rizqi yang baik (halal), yang telah dianugerahkan Allah kepada hambaNya, dengan kesadaran penuh bahwa dunia ini hanyalah tempat sementara, dan akhiratlah negeri yang kekal dan abadi. Hukum-hukum Islam telah memberikan cara bagaimana manusia menyelesaikan masalah perdagangan dengan metodenya yang khas, sebagaimana menerangkan tata cara shalat. Islam mengatur masalah pernikahan dengan caranya yang unik, sebagaimana mengatur masalah zakat. Islampun menjelaskan cara-cara pemilikan harta-benda berikut cara membelanjakannya dengan tata cara yang khas, sebagaimana menjelaskan masalah-masalah haji.   Islam juga memberikan perincian tentang transaksi dan mu'amalat dengan cara yang khas, sebagaimana merinci masalah do'a dan ibadah. Islam menjelaskan pula masalah huduud (seperti had pencurian, zina, peminum khamr, dan lain-lain, pen.) dan jinayat (hukum pidana), serta sanksi-sanksi hukum lainnya, sebagaimana menjelaskan ten- tang siksa Jahannam dan kenikmatan Jannah. Di samping itu,   Islampun telah menunjukkan suatu bentuk pemerintahan dan metode penerapannya, sebagaimana telah memberikan suatu dorongan internal (berdasarkan rasa   taqwa) untuk menerapkan hukum-hukum Islam dengan tujuan mencari keridlaan Allah SWT. Begitu juga, Islam memberikan petunjuk bagaimana mengatur hubungan negara dengan negara, ummat dan bangsa lainnya, sebagaimana memberi petunjuk untuk mengemban da'wah ke seluruh penjuru dunia. Syari'at Islam telah mengharuskan kaum muslimin, memiliki sifat-sifat yang mulia, dan hal itu harus dianggap sebagai hukum-hukum Allah SWT, bukan karena sifat itu terpuji menurut pandangan manusia. Demikianlah, Islam mengatur hubungan manusia dengan dirinya sendiri, hubungan dengan manusia lainnya, sebagaimana mengatur hubungannya dengan Allah SWT dalam suatu keserasian pemikiran berikut cara memecahkan masalahnya. Maka jadilah manusia sebagai mukallaf (yang dibebani hukum), yang senantiasa menjalani kehidupan ini dengan suatu dorongan (motivasi), metode, arah, dan tujuan tertentu.  Islam mewajibkan seluruh manusia untuk menempuh satu-satunya jalan ini dan meninggalkan jalan-jalan yang lain. Islam memberikan ancaman siksa yang amat pedih di akhirat kelak, sebagaimana memperingatkan datangnya sanksi-sanksi yang berat di dunia ini. Manusia, pasti akan merasakan salah satu jenis siksa itu, jika ia menyimpang dari jalan Islam, walaupun hanya seujung rambut. Oleh karena itu, seorang muslim akan menjalani kehidupan ini dengan suatu pemahaman yang khas tentang kehidupan tertentu. Ia hidup dengan suatu corak dan pola kehidupan yang tertentu pula, sebagai konsekuensi dari pemelukannya terhadap Aqidah Islam, dan kewajibannya untuk mentaati perintah Allah SWT dan menjauhi laranganNya, serta kewajibannya untuk tetap berpegang teguh kepada hukum-hukum Islam. Jadi memiliki suatu pemahaman tertentu tentang kehidupan dan menjalani suatu pola kehidupan tertentu, adalah wajib bagi setiap muslim dan seluruh kaum muslimin, tanpa ada keraguan sedikitpun. Sesungguhnya Islam telah menjelaskan semua itu dengan gamblang dalam Kitab Al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah, yang tercakup dalam masalah aqidah dan hukum-hukum syari'atnya.  Dengan demikian menjadi jelas bahwa Islam bukan hanya sekedar agama ritual belaka, bukan pula sekedar ide-ide teologi atau kepasturan. Akan tetapi Islam adalah suatu metode kehidupan tertentu, di mana setiap muslim dan seluruh kaum muslimin wajib menjalani kehidupannya sesuai dengan metode ini.    ISLAM ADALAH MAFAHIM BAGI KEHIDUPAN, BUKAN SEKEDAR MAKLUMAT   Mafahim Islam bukanlah pemahaman kepasturan, bukan pula informasi-informasi kegaiban tanpa dasar. Mafahim Islam tidak lain adalah pemikiran-pemikiran yang memiliki penunjukan-penunjukan nyata, yang dapat ditangkap akal secara langsung, selama masih berada dalam batas jangkauan akalnya. Namun bila hal-hal tersebut berada di luar jangkauan akalnya, maka hal itu akan ditunjukkan secara pasti oleh sesuatu yang dapat diindera, tanpa rasa keraguan sedikitpun. Karena itu, seluruh mafahim Islam berada di bawah penginderaan secara langsung, atau pada sesuatu yang dapat diindera secara langsung yang menunjukkan adanya pemahaman itu. Dengan kata lain, seluruh pemikiran Islam merupakan mafahim. Sebab dapat dijangkau oleh akal, atau ditunjuk oleh sesuatu yang dapat dijangkau oleh akal. Tidak ada satu pemikiranpun di dalam Islam yang tidak memiliki mafhum. Artinya, pemikiran itu memiliki fakta dalam benak dan dapat dijangkau oleh akal. Atau dapat diterima dengan sikap pasrah (memuaskan akal dan jiwanya) dan dipercaya secara pasti, bahwa faktanya ada di dalam benak dan apa yang menunjuknya dapat dijangkau oleh akal. Dengan demikian di dalam Islam tidak ditemukan hal-hal ghaib yang tidak masuk akal sama sekali (semacam dogma yang dipaksakan, pen.). Tetapi masalah-masalah ghaib yang diharuskan Islam untuk diimani adalah masalah ghaib yang dapat diterima melalui perantaraan akal, yaitu melalui sumber yang dapat dibuktikan kebenarannya melalui akal, yang tidak lain adalah Al-Qur'an dan Hadits-hadits mutawatir. Berdasarkan hal ini, maka pemikiran-pemikiran Islam bersifat nyata, faktual, dan ada di dalam kehidupan. Sebab, semua pemikiran-pemikiran ini memiliki fakta di dalam benak, didasarkan pada proses penginderaan dan bersandarkan pada akal. Karena itu, sebenarnya akal manusia menjadi asas bangunan Islam, yakni aqidah dan syari'at Islam. Aqidah dan hukum-hukum Islam merupakan pemikiran yang memiliki fakta dan dapat dijangkau dengan riil, baik itu berupa hal-hal ghaib ataukah hal-hal nyata, juga keputusan akal terhadap sesuatu (ide), atau hukum atas sesuatu (pemecahan masalah), atau berita dari dan tentang sesuatu. Semuanya ini ada faktanya dan pasti adanya. Dengan kata lain, pemikiran- pemikiran Islam, hukum-hukumnya, hal-hal yang real inderawi, atau hal-hal ghaib, semuanya adalah kenyataan yang memiliki fakta di dalam benak dan bersandarkan pada akal manusia. Aqidah Islamiyah adalah keimanan kepada Allah, Malaikat- MalaikatNya, Kitab-kitabNya, Rasul-rasulNya, Hari Kiamat, dan Qadla-Qadar. Pembenaran terhadap semua ini dibangun dari kenyataan yang ada, dan tiap-tiap dari keimanan tersebut memiliki fakta di dalam benak. Iman kepada Allah, Al Qur'an, dan kenabian Muhammad saw dibina di atas penemuan bahwa wujud (eksistensi) Allah itu azali, tidak ada awal dan akhir bagiNya. Dan akal telah menemukan secara inderawi bahwa Al-Qur'an itu Kalamullah berdasarkan kemu'jizatannya bagi manusia yang dapat diindera di setiap waktu. Akalpun telah menemukan secara inderawi bahwa   Muhammad saw adalah Nabi Allah dan RasulNya berdasarkan bukti yang nyata bahwa beliau adalah yang membawa Al-Quran sebagai kalamullah yang membuat manusia tak berdaya untuk membuat yang semisalnya. Maka ketiga hal ini, yaitu wujud (eksistensi) Allah, Al-Qur'an sebagai Kalamullah, dan Nabi Muhammad sebagai Rasulullah, dapat ditangkap oleh akal dengan perantaraan indera dan dapat diimani. Dengan demikian tiga hal di atas memiliki fakta yang dapat diindera dalam benak dan merupakan fakta yang nyata. Adapun Iman kepada malaikat, kitab-kitab sebelum Al-Qur'an (seperti Taurat dan Injil), Nabi dan Rasul sebelum Rasulullah saw (seperti Musa, Isa, Harun, Nuh, Adam as), dibangun berdasarkan khabar dari Al-Qur'an dan Hadits mutawatir. Kaum muslimin diperintahkan membenarkan adanya semua itu. Dan itu semua memiliki fakta dalam benak, karena bersandarkan pada sesuatu yang terindera, yaitu Al Qur'an dan Hadits mutawatir. Berarti seluruhnya merupakan mafahim, sebab merupakan fakta dari ide-ide (Islam), yang dapat dijangkau dalam benak. Sedangkan Iman kepada Qadla dan Qadar, dibangun di atas akal berdasarkan pengamatan terhadap perbuatan manusia; bahwa perbuatan yang telah dilakukan oleh manusia atau telah menimpa dirinya (arti Qadla); dan berdasarkan penangkapan secara aqliy dan inderawi, bahwa khasiat (karakteristik) yang dimiliki benda bukanlah diciptakan oleh benda itu sendiri (arti Qadar). Buktinya, suatu pembakaran tidak akan terjadi kecuali dengan derajat panas atau aturan tertentu (misalnya pembakaran kayu perlu derajat panas tertentu yang lain dengan pembakaran besi, pen.). Seandainya khasiyat itu diciptakan oleh api itu sendiri, maka kebakaran itu dapat terjadi sesuai dengan kehendaknya, tanpa tergantung pada derajat panas atau aturan tertentu. Dengan demikian maka jelaslah bahwa khasiat itu diciptakan Allah SWT, bukan ciptaan yang lainnya. Oleh karena Qadla dan Qadar dapat ditangkap oleh akal secara langsung dengan perantaraan indera. Maka, keduanya itu diimani, menjadi fakta dalam benak, dan merupakan fakta yang terindera. Dengan demikian, keduanya merupakan mafahim, sebab merupakan fakta dari ide, yang dijangkau dalam benak. Berdasarkan penjelasan di atas, maka aqidah Islam merupakan mafahim yang pasti adanya dan pasti penunjukannya. Aqidah Islam memiliki fakta dalam benak seorang muslim yang dapat menginderanya, atau mengindera sesuatu yang dapat menunjukkannya. Dengan demikian Aqidah Islam akan dapat memberikan pengaruh besar terhadap manusia. Sedangkan hukum-hukum syara', kedudukannya adalah sebagai pemecah terhadap kenyataan atau problematika hidup manusia. Di dalam menyelesaikan semua problema hidup ini diharuskan terlebih dahulu mengkaji dan memahami masalah yang dihadapi. Lalu mempelajari hukum- hukum Allah yang berkaitan dengan problema tersebut, dengan memahami nash-nash syara' yang berkaitan dengannya. Kemudian pemahaman tersebut dipertimbangkan untuk mengetahui apakah itu hukum Allah atau bukan. Jika penerapan itu tepat, menurut pandangan seorang mujtahid, maka   pemahaman itu pun merupakan hukum Allah. Jika tidak tepat, maka dicarilah makna atau nash lain, hingga ditemukan yang tepat dengan kenyataan itu. Dengan demikian, maka hukum-hukum Syara' merupakan pemikiran yang memiliki fakta dalam benak (mafhum), sebab hukum-hukum syara' merupakan pemecahan yang dapat diindera untuk suatu masalah yang nyata, yang dipahami dari nash-nash yang ada. Maka berdasarkan hal ini hukum-hukum syara' adalah merupakan mafahim. Dengan demikian sesungguhnya aqidah Islam dan hukum-hukum syara' bukanlah pengetahuan yang semata-mata untuk dihafal, dan bukan pula sekedar pemuas akal. Tetapi, keduanya merupakan mafahim yang mendorong manusia untuk berbuat, menjadikan perbuatannya selalu terkait, terikat, dan teratur karenanya. Atas dasar inilah, maka seluruh ajaran Islam merupakan mafahim yang mengatur kehidupan manusia, bukan sekedar informasi atau pengetahuan semata.


Muqaddimah

Mendalami tsaqafah Islamiyah (peradaban Islam) adalah kewajiban setiap Muslim. Tsaqafah ini mencakup pemahaman tentang nash-nash syar'iy (teks-teks hukum Islam) dan sarana yang mempermudah pemahaman tersebut. Baik itu dalam konteks hukum-hukum Islam, pemikiran Islam, maupun aplikasi praktisnya dalam kehidupan. Salah satu yang sangat menyakitkan bagi umat Islam adalah pergeseran dari tsaqafah Islam, terutama setelah Barat memerangi negeri-negeri Islam dan memperkenalkan pemikiran mereka yang sering kali bertentangan dengan ajaran Islam.

Perubahan ini bukan hanya memengaruhi kebudayaan, tetapi juga memengaruhi cara pandang umat Islam terhadap agama mereka sendiri. Dengan menyebarkan tsaqafah Islam, kita berharap umat manusia, baik yang Muslim maupun non-Muslim, dapat menemukan solusi bagi masalah kehidupan mereka dengan kembali pada pemikiran Islam yang lebih mendalam.

Islam Sebagai Pola Hidup yang Unik

Islam tidak hanya sekedar agama, tetapi juga merupakan suatu metode kehidupan yang komprehensif. Setiap aspek kehidupan seorang Muslim diatur dengan jelas dalam Islam, dari cara berpikir hingga cara bertindak. Islam menuntut pemeluknya untuk hidup dalam satu pola kehidupan yang terintegrasi dan konstan, tanpa terpengaruh oleh perubahan zaman atau kondisi tertentu. Oleh karena itu, hidup sebagai seorang Muslim bukan hanya soal ibadah ritual, tetapi juga cara menjalani kehidupan sehari-hari yang penuh dengan nilai-nilai moral dan spiritual.

Islam memiliki pemahaman yang khas tentang kehidupan, di mana setiap masalah kehidupan manusia memiliki solusi yang bersumber dari nash-nash syar'iy dan diterjemahkan dalam bentuk hukum Islam. Hal ini meliputi segala aspek kehidupan, mulai dari masalah ekonomi, sosial, hingga pemerintahan. Dalam setiap hal yang dihadapi, Islam menyediakan panduan yang mampu memecahkan berbagai persoalan dengan cara yang khas.

Pemikiran Islam yang Memandu Kehidupan Sehari-hari

Islam memberikan pedoman yang jelas mengenai berbagai aspek kehidupan, seperti transaksi ekonomi, hukum pernikahan, dan bahkan ibadah sehari-hari. Dalam setiap hal, Islam menawarkan solusi yang unik dan khas. Misalnya, dalam masalah perdagangan, Islam memberikan pedoman tentang etika jual beli, transaksi yang adil, serta cara menghindari praktik riba yang merugikan. Begitu pula dalam masalah pernikahan, zakat, dan ibadah lainnya, Islam memberikan petunjuk praktis yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Selain itu, Islam juga memberikan panduan tentang bagaimana mengatur hubungan antar negara dan bangsa. Dalam konteks ini, ajaran Islam mengajarkan kedamaian, keadilan, dan kemanusiaan. Islam tidak hanya mengatur hubungan individu dengan Tuhan, tetapi juga hubungan antar sesama manusia dalam masyarakat.

Aqidah dan Syariat: Dasar Pemikiran Islam

Islam mengajarkan bahwa akidah (keyakinan) dan syariat (hukum-hukum) adalah dua pilar utama dalam kehidupan seorang Muslim. Aqidah memberikan dasar pemikiran yang membimbing setiap individu untuk menjalani hidup dengan tujuan akhir mencari keridhaan Allah. Syariat, di sisi lain, mengatur cara hidup yang harus diikuti untuk mencapai tujuan tersebut.

Pemahaman yang benar tentang aqidah dan syariat akan membentuk pola pikir yang sehat dan memberikan arah hidup yang jelas. Bagi umat Islam, memahami dan mengamalkan kedua aspek ini adalah kewajiban yang tidak dapat ditawar. Jika seseorang menyimpang dari jalan ini, baik dalam pemikiran maupun dalam tindakan, maka ia akan merasakan dampak negatif, baik di dunia maupun di akhirat.

Islam dan Kehidupan Dunia Akhirat

Seorang Muslim menyadari bahwa kehidupan dunia ini adalah sementara, dan tujuan akhirnya adalah kehidupan di akhirat yang abadi. Oleh karena itu, dalam setiap tindakan, seorang Muslim selalu memiliki kesadaran bahwa dunia hanyalah tempat sementara, dan apa yang mereka lakukan di dunia ini akan menentukan nasib mereka di akhirat.

Islam mengajarkan agar umatnya bekerja keras di dunia ini, mencari rezeki yang halal, dan menikmati segala kenikmatan yang diberikan Allah. Namun, semua itu dilakukan dengan kesadaran penuh bahwa dunia ini bukan tujuan akhir. Kehidupan yang hakiki adalah kehidupan di akhirat, di mana setiap amal perbuatan akan mendapat ganjaran sesuai dengan apa yang telah dilakukan di dunia.

Kesimpulan: Islam Sebagai Panduan Kehidupan

Islam adalah metode kehidupan yang menyeluruh dan unik, yang tidak hanya mengatur ibadah, tetapi juga kehidupan sehari-hari. Setiap aspek kehidupan, baik sosial, ekonomi, maupun politik, diatur dengan prinsip-prinsip yang jelas dalam Islam. Dengan memahami tsaqafah Islamiyah secara menyeluruh, umat Islam dapat menjalani kehidupan yang penuh dengan makna, tujuan, dan kedamaian.

Bagi umat Muslim, memahami dan mengamalkan ajaran Islam bukanlah pilihan, tetapi kewajiban yang harus diterima dengan sepenuh hati. Dengan mengikuti petunjuk Allah melalui Al-Qur'an dan Sunnah, umat Islam dapat menemukan solusi untuk setiap masalah yang mereka hadapi dan mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.


 ISLAM ADALAH MAFAHIM BAGI KEHIDUPAN, BUKAN SEKEDAR MAKLUMAT

Mafahim Islam bukanlah sekadar pemahaman dogmatis atau informasi yang bersifat abstrak tanpa dasar. Sebaliknya, mafahim Islam adalah pemikiran-pemikiran yang nyata, yang memiliki petunjuk yang dapat diterima oleh akal manusia secara langsung, selama berada dalam jangkauan akalnya. Jika hal tersebut berada di luar jangkauan akal, maka Islam menyampaikan pemahaman itu dengan cara yang dapat dibuktikan atau diterima secara inderawi, tanpa menimbulkan keraguan.

Karena itu, seluruh mafahim dalam Islam bersifat konkret dan dapat dirasakan oleh akal. Tidak ada satupun pemikiran dalam Islam yang tidak memiliki pemahaman atau petunjuk yang nyata. Segala ide yang ada dalam Islam, baik itu terkait dengan hal-hal yang nyata maupun yang ghaib, dapat diterima dengan menggunakan proses akal atau berdasarkan bukti yang dapat dirasakan oleh indera.

Sebagai contoh, dalam hal yang ghaib, Islam mengajarkan agar kita meyakini adanya hal-hal yang tidak dapat diindera secara langsung, seperti Allah, malaikat, dan kehidupan setelah mati. Namun, keyakinan terhadap hal-hal ghaib ini bukanlah sebuah dogma tanpa dasar. Sebaliknya, ia dapat diterima dengan penuh keyakinan karena adanya bukti dari Al-Qur'an dan Hadits yang dapat diterima oleh akal dan diindera dalam benak kita. Dengan kata lain, meskipun sesuatu itu tidak dapat dilihat dengan mata, kita dapat mempercayainya berdasarkan sumber yang jelas dan dapat dibuktikan.

Aqidah Islam: Keimanan yang Berdasarkan Fakta

Aqidah Islamiyah, yang mencakup keimanan kepada Allah, malaikat, kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya, hari kiamat, dan takdir (Qadla dan Qadar), dibangun berdasarkan penemuan-penemuan yang dapat diterima oleh akal. Misalnya, keimanan kepada Allah dibangun di atas pemahaman bahwa wujud-Nya adalah azali, tanpa awal dan akhir, yang bisa diterima akal manusia. Begitu pula dengan keimanan terhadap Al-Qur'an, sebagai Kalamullah yang memiliki kemu'jizatan yang nyata dan dapat dibuktikan secara inderawi, serta keimanan terhadap Nabi Muhammad saw yang diakui sebagai utusan Allah berdasarkan mukjizat Al-Qur'an.

Iman kepada malaikat, kitab-kitab sebelumnya (seperti Taurat dan Injil), dan nabi-nabi sebelumnya (seperti Musa, Isa, Harun, Nuh, dan Adam) diperoleh melalui kabar yang dapat dipercaya dalam Al-Qur'an dan Hadits yang mutawatir. Keimanan ini juga memiliki fakta yang dapat diindera, yaitu melalui wahyu yang datang kepada nabi-nabi tersebut.

Sedangkan iman kepada takdir atau Qadla dan Qadar dijelaskan dengan cara yang rasional. Manusia dapat memahami bahwa perbuatan atau kejadian yang terjadi di dunia ini memiliki sebab yang pasti, yang diatur oleh Allah. Sebagai contoh, pembakaran tidak terjadi tanpa adanya derajat panas tertentu yang dibutuhkan, dan itu menunjukkan adanya kekuasaan Allah dalam mengatur hukum-hukum alam semesta.

Hukum Syara' sebagai Solusi Masalah Kehidupan

Hukum-hukum Syara' berfungsi sebagai solusi terhadap masalah-masalah nyata dalam kehidupan manusia. Setiap permasalahan hidup harus dikaji dan dipahami terlebih dahulu, kemudian dipelajari hukum-hukum Allah yang sesuai dengan masalah tersebut. Hukum-hukum ini diambil dari nash-nash syara' dan dipahami oleh para ulama berdasarkan prinsip-prinsip yang ada dalam Islam.

Pemahaman terhadap hukum-hukum Syara' bukan hanya sekadar hafalan atau pengetahuan yang bersifat teoritis, tetapi lebih kepada pemahaman yang bersifat praktis dan aplikatif untuk menyelesaikan masalah kehidupan. Hukum-hukum ini memiliki fakta yang dapat diindera dan dipahami dalam kehidupan sehari-hari.

Islam: Sebuah Metode Kehidupan

Dengan demikian, Islam bukan sekadar agama yang mengajarkan ibadah ritual belaka atau sekedar sebuah ideologi yang teoritis. Islam adalah sebuah metode kehidupan yang komprehensif, yang meliputi aqidah, syari'ah, dan adab. Setiap aspek kehidupan manusia, baik itu yang terkait dengan hubungan dengan Allah, dengan sesama manusia, maupun dengan alam semesta, diatur dengan prinsip-prinsip yang jelas dan dapat diterima akal.

Aqidah dan hukum-hukum Syara' dalam Islam merupakan mafahim yang dapat dipahami dan diindera, yang bertujuan untuk mengatur kehidupan manusia agar sesuai dengan fitrahnya. Sehingga, Islam bukan hanya sekedar informasi atau pengetahuan, tetapi sebuah sistem yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, baik di dunia maupun di akhirat.


LihatTutupKomentar